Kamis, 26 November 2015

DAFTAR ISI

Risalah Do'a : 
  1. Khasiat Basmalah

Rabu, 20 Agustus 2014

Surat Al Falaq dan An Nas

Surat Al Falaq dan Terjemah

Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat Al Fiil. Nama Al Falaq diambil dari kata Al Falaq yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya waktu subuh. Diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmizi dan An Nasa-i dari 'Uqbah bin 'Aamir bahwa Rasulullah s.a.w. bersembahyang dengan membaca surat Al Falaq dan surat An Naas dalam perjalanan.

Pokok-pokok isinya:
Perintah agar kita berlindung kepada Allah s.w.t. dari segala macam kejahatan.
Surah  Al-Falaq ( 5 ayat )

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
1
 Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
  بِّ الْفَلَقِ قُلْ أَعُوذُ بِرَ.١
2
dari kejahatan makhluk-Nya
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.٢
3
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ.٣
4
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul[1609],
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.٤
 5
 dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ .٥






Surah  An-Nas ( 5 ayat )

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
1
 Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia
ٱلنَّاس بِرَبِّ أَعُوذُقُل.١
2
Raja manusia
مَلِكِ ٱلنَّاسِ..٢
3
Sembahan manusia.
إِلَـٰهِ ٱلنَّاسِ.٣
4
Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi,
سِ ٱلخَنَّاسِ مِن شَرِّ ٱلوَسوَا.٤
 5
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
لنَّاسٱلَّذِي يُوَسۡوِسُ فِى صُدُورِٱل.٥
5
Dari (golongan) jin dan manusia.
مِنَ ٱلجِنَّةِ وَٱلنَّاس. 6

Surat Al Ikhlas

MEMAHAMI SURAT AL-IKHLAS, SEPERTIGA AL-QUR'AN
Inilah surat yang dikatakan dalam beberapa hadits seperti sepertiga Al Qur’an yaitu surat Al Ikhlash. Pada kesempatan kali dan beberapa posting selanjutnya, kita akan sedikit mengupas mengenai surat ini. Pada awalnya kita akan melihat dahulu tafsiran ayat-ayat yang ada pada surat tersebut. Setelah itu kita akan melihat keutamaan surat ini. Terakhir, kita akan mengkaji waktu kapan saja surat Al Ikhlash dibaca. Semoga bermanfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Pengenalan
Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.
Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Perhatikan penjelasan berikut ini.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan bahwa Surat Al Ikhlas ini berasal dari ’mengikhlaskan sesuatu’ yaitu membersihkannya/memurnikannya. Dinamakan demikian karena di dalam surat ini berisi pembahasan mengenai ikhlas kepada Allah ’Azza wa Jalla. Oleh karena itu, barangsiapa mengimaninya, dia termasuk orang yang ikhlas kepada Allah.
Ada pula yang mengatakan bahwa surat ini dinamakan Al Ikhlash (di mana ikhlash berarti murni) karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Allah hanya mengkhususkan membicarakan diri-Nya, tidak membicarakan tentang hukum ataupun yang lainnya. Dua tafsiran ini sama-sama benar, tidak bertolak belakang satu dan lainnya. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, 97)
Asbabun Nuzul
Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun, Syaikh Muqbil mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal dari riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al Musnad min Asbab An Nuzul.
Saatnya memahami tafsiran tiap ayat.
Tafsir Ayat Pertama
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :
الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ
Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.
Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul Bayan)
Syaikh Al Utsaimin mengatakan bahwa kalimat (اللَّهُ أَحَدٌ) –artinya Allah Maha Esa-, maknanya bahwa Allah itu Esa dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 292)
Tafsir Ayat Kedua
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:
Pertama, Ash Shomad bermakna:
أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج
Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna:
أنه الذي لا جوف له
Allah tidak memiliki rongga (perut).
Ketiga, Ash Shomad bermakna:
أنه الدائم
Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna:
الباقي بعد فناء الخلق
Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai
(اللَّهُ الصَّمَدُ) :
هو السيد الذي قد كمل في سؤدده، والشريف الذي قد كمل في شرفه، والعظيم الذي قد كمل في عظمته، والحليم الذي قد كمل في حلمه، والعليم الذي قد كمل في علمه، والحكيم الذي قد كمل في حكمته وهو الذي قد كمل في أنواع الشرف والسؤدد، وهو الله سبحانه، هذه صفته لا تنبغي إلا له، ليس له كفء، وليس كمثله شيء، سبحان الله الواحد القهار.
Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Al A’masy mengatakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad bermakna:
{ الصَّمَدُ } السيد الذي قد انتهى سؤدده
”Pemimpin yang paling tinggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi Wa’il dari Ibnu Mas’ud semacam itu.
Malik mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”
Al Hasan dan Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الباقي بعد خلقه) Yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya (binasa).
Al Hasan juga mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah
الحي القيوم الذي لا زوال له
Yang Maha Hidup dan Quyyum (mengurusi dirinya dan makhlukNya) dan tidak mungkin binasa.
’Ikrimah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang tidak mengeluarkan sesuatupun dari-Nya (semisal anak) dan tidak makan.
Ar Robi’ bin Anas mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الذي لم يلد ولم يولد) yaitu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Beliau menafsirkan ayat ini dengan ayat sesudahnya dan ini tafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ’Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah Al ’Awfiy, Adh Dhohak dan As Sudi mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah (لا جوف له) yaitu tidak memiliki rongga (perut).
Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya -setelah menyebut berbagai pendapat di atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata, ”Semua makna ini adalah shohih (benar). Sifat tersebut merupakan sifat Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah tempat bersandar dan bergantung dalam segala kebutuhan. Dia-lah yang paling tinggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash Shomad tidak ada yang berasal dari-Nya. Allah tidak butuh makan dan minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya binasa. Baihaqi juga menjelaskan yang demikian.” (Diringkas dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tafsir Ayat Ketiga
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ) maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)
Tafsir Ayat Keempat
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.

Surat Al Kafirun



A. Membaca Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
Qul yaaaaa ayyuhal kaafiruun
(1) Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir.”
Laaa a'budu maa ta'buduun
(2) Aku tidak menyembah apa yang kau sembah.

Walaaa antum 'aabiduuna maaaaa a'bud
(3) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.


Walaaa ana- 'aabidun(m) maa 'abattum
(4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.

Wa laaa antum 'abiduuna maaa a'bud
(5) Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Lakum diinukum waliya diin
(6) Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.

B. Arti Kata-Kata Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
Terjemahan
Kalimat
Katakanlah
Wahai
Orang-orang kafir
Tidak
Aku menyembah
Apa
Kamu sembah
Dan tidak
Kamu
Menyembah
Aku
Menjadi penyembah
Kamu sembah
Bagi kalian
Agamamu
Dan bagiku
Agamaku

C. Tajwid Kata-Kata Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
Kata
Hukum
Keterangan
Mad jaiz munfashil
Mad pada huruf "ya" bertemu dengan huruf "hamzah" pada kalimat yang berbeda
Musyaddah
Huruf "ya" bertasydid
Mad thabi'i
Huruf "ha" fathah bertemu dengan huruf  "alif" mati
Alif lam qamariah
Huruf "alif lam" bertemu dengan huruf "kaf"
Mad thabi'i
Huruf "kaf" fathah bertemu dengan "alif" mati
Tafkhim
Huruf "ra" berharakat dhommah
Mad thabi'i
Huruf "ra" dhommah bertemu dengan huruf "wau" mati
Mad 'aridh lissukun
Mad pada huruf "ra" bertemu dengan huruf "nun" kemudian huruf "nun" diwaqafkan
Mad jaiz munfashil
Mad pada huruf "lam" bertemu dengan huruf  "hamzah" pada kalimat yang berbeda
Mad thabi'i
Huruf "mim" fathah bertemu dengan huruf "alif" mati
Mad thabi'i
Huruf "da" dhommah bertemu dengan huruf "wau" mati
Mad 'aridh lissukun
Mad pada huruf "da" bertemu dengan huruf "nun" kemudian huruf "nun" diwaqafkan
Mad jaiz munfashil
Mad pada huruf "lam" bertemu dengan huruf  "hamzah" pada kalimat yang berbeda
Ikhfa aqrab
Huruf "nun" mati bertemu dengan huruf "ta"
Izhar syafawi
Huruf "mim" mati bertemu dengan huruf "'a"
Mad thabi'i
Huruf "'ain" fathah bertemu dengan huruf "alif" mati
Mad thabi'i
Huruf "da" dhommah bertemu dengan huruf  "wau" mati
Mad jaiz munfashil
Mad pada huruf "mim" bertemu dengan huruf  "hamzah" pada kalimat yang berbeda
Kalkalah kubra
Huruf "da" mati di akhir kalimat
Mad jaiz munfashil
Mad pada huruf "lam" bertemu dengan huruf "hamzah" pada kalimat yang berbeda
Mad thabi'i
Huruf "'ain" fathah bertemu dengan "alif" mati
Idgham bighunnah
Huruf "da" tanwin dhommah bertemu dengan huruf "mim"
Musyaddah
Huruf "mim" bertasydid
Mad thabi'i
Huruf "mim" fathah bertemu dengan huruf "alif" mati
Idgham Mutajanisain
Huruf "da" sukun bertemu dengan "ta"
Izhar syafawi
Huruf "mim" mati bertemu dengan huruf "da"
Mad thabi'i
Huruf "da" kasrah bertemu dengan huruf "ya" mati
Izhar syafawi
Huruf "mim" mati bertemu dengan huruf "wau"
Mad thabi'i
Huruf "da" kasrah bertemu dengan huruf "ya" mati
Mad arid lissukun
Mad pada huruf "da" bertemu dengan huruf "nun" kemudian huruf "nun" diwaqafkan

D. Kandungan Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
    1. Surat Al-Kafirun disebut sebagai "Al-Muqasyqisyah" atau penyembuh karena kandungannya
       menyembuhkan dan menghilangkan kemusyrikan.
    2. Umat Islam menolak usul kaum kafir untuk penyatuan ajaran agama dalam rangka mencapai kompromi.
    3. Mengajak masing-masing untuk melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan tanpa bersikap saling 
       mengganggu.
    4. Ajakan kaum kafir tidak logis karena setiap ajaran pokok suatu agama beserta perinciannya pasti berbeda.
    5. Rasulullah saw. tidak akan menyembah Tuhan orang-orang kafir (berhala) karena agama mereka bersifat
       menolak, ingkar, tidak percaya, dan mendustakan ayat-ayat dan syariat Allah swt.
    6. Rasulullah saw. dan kaum mukmin tidak akan beribadah seperti ibadahnya orang kafir yang bercampur 
       dengan syirik, yaitu memuja patung atau berhala dan menganggap mereka dapat memberikan 
       perlindungan atau kekuatan kepada orang kafir tersebut.
    7. Orang kafir tidak pernah pula akan menyembah Allah swt.
    8. Tidak boleh saling memaksa untuk mengikuti suatu agama. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa agamamu
       dan balasannya untuk kamu (kaum kafir) dan agamaku dan balasannya adalah untukku (kaum mukmin).

E. Kesimpulan Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
    1. Penegasan bahwa Tuhan yang disembah (makbud) oleh Rasulullah saw. dan umat Islam berbeda dengan
       makbud orang-orang kafir (kaum musyrikin yang mengingkari keesaan Allah swt. dan kerasulan Rasulullah
       saw.) Demikian juga cara peribadahan Rasulullah saw. dan umat Islam yang hanya berdasarkan keikhlasan
       dan ketulusan hati dan bersih dari sikap perilaku syirik terhadap Allah swt. berbeda dengan cara
       peribadahan orang-orang kafir (musyrikin).
    2. Penolakan dari Rasulullah saw. dan umat Islam terhadap kaum kafir untuk mencampuradukkan keimanan
       dan peribadahan yang diajarkan Islam dengan keimanan dan peribadahan yang diajarkan agama kaum kafir
       yang mengandung kemusyrikan.

Dalam menyikapi keimanan dan peribadahan itu, umat Islam dan kaum kafir hendaknya bebas beragama dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, dan tidak boleh saling mengganggu. Islam melarang memaksa orang lain untuk menganut sesuatu agama. (Lihat dan pelajari Q.S. Al-Baqarah, 2: 256!)


(256) Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

F. Sebab Turunnya Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
    Surat Al-Kafirun ini termasuk surat makiyah atau surat yang diturunkan di Mekah, sebelum Rasulullah saw.
    berhijrah ke Madinah. Al-Kafirun artinya orang-orang kafir. Surat ini dinamakan Al-Kafirun, karena tema
    pokoknya menjelaskan sikap Rasulullah saw. dan umat Islam terhadap orang-orang kafir sebagaimana 
    terungkap dalam pojok kisah berikut ini.

    Beberapa tokoh kaum kafir (kaum musyrikin) di Mekah seperti Al-Walid bin Al-Mugirah, Aswad bin ‘Abdul
    Muttalib dan Umayyah bin Khalaf, datang kepada Nabi Muhammad saw. menawarkan kompromi yang
    menyangkut pelaksanaan peribadahan.

    Mereka mengusulkan, agar Rasulullah saw. dan umat Islam mengikut kepercayaan mereka dan mereka pun
    akan mengikuti agama Islam. Mereka berkata, “Wahai Muhammad, bagaimana jika kami menyembah Tuhanmu
    selama setahun dan kamu juga menyembah Tuhan kami selama setahun. Jika agamamu benar, kami mendapat
    keuntungan, karena kami juga menyembah Tuhanmu, dan jika agama kami yang benar, kamu juga tentu 
    memperoleh keuntungan.”

    Mendengar usul kaum kafir itu Rasulullah saw. dengan tegas menjawab, “Aku berlindung kepada Allah swt.
    agar tidak tergolong orang-orang yang bersikap dan berperilaku syirik atau menyekutukan Allah.” Untuk
    mempertegas penolakan Rasulullah saw. tersebut, kemudian Allah SWT menurunkan surat Al-Kafirun.
    Setelah Rasulullah saw. menerima surat Al-Kafirun ini, beliau lalu mendatangi tokoh-tokoh kaum kafir
    (musyrikin) di Mekah, yang waktu itu sedang berkumpul di Masjidil Haram. Di hadapan mereka Rasulullah saw.
    membacakan surat Al-Kafirun ayat 1 sampai 6 dengan mantap dan lantang, sehingga mereka menyadari
    bahwa usul mereka untuk berkompromi dalam keimanan dan ibadah agama, ditolak oleh Rasulullah saw. dan
    umat Islam.

G. Penerapan Perilaku yang Mencerminkan Surat Al-Kafirun Ayat 1-6
    1. Setiap muslim/muslimat akan bertekad dan berusaha secara sungguh-sungguh agar selama hidup di dalam
       dunia ini senantiasa menyakini kebenaran agama Islam yang dianutnya dan mengamalkan seluruh ajarannya
       dengan bertakwa kepada Allah swt.
    2. Walaupun antara umat Islam dengan umat lain (non-Islam) tidak ada kompromi (toleransi) dalam hal
       keimanan (akidah) dan peribadahan, namun dalam pergaulan dan kehidupan bermasyarakat, umat Islam dan
       umat lain (non-Islam) hendaknya saling menghormati dan menghargai serta bekerja sama dalam urusan
       dunia demi terwujudnya keamanan, ketertiban, kedamaian, dan kesejahteraan bersama.
    3. Menolak ajakan kaum musyrikin untuk tukar-menukar pengalaman dalam keimanan dan peribadahan atau
       untuk keluar dari agama Islam dan menganut agama mereka, dengan tegas dan bijaksana. (Pelajari Q.S. Al-
       Baqarah, 2 :217).

(217) Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.